rara0894

All about TaeTiSeo and GG

Remember Me (Chapter 10)

29 Comments

Title         : Remember Me

Author    : 4riesone

Genre      : Fluff, Romance, Yuri

remember me

Acknowledgement – Chapter 10

 

Dengan sedikit kekuatan yang masih dia miliki, Jessica bangkit dan berlari menjauh dari koridor sempit itu menuju lobi rumah sakit. Dia melewati sekelompok perawat berbaju putih yang sedang berkumpul di depan meja administrasi, mengobrol atau entah apapun itu. Ada beberapa orang di sisi lainnya, duduk dan bercakap-cakap, kemungkinan sedang menunggu keluarga atau teman mereka. Yang lainnya sedang mengerjakan urusan mereka masing-masing, entah bekerja ataupun menunggu. Dia melewati lobi yang besar itu dan mencapai pintu kaca besar otomatis.

Di luar sudah mulai bersalju. Dia bisa melihat butir-butir salju, abu-abu dan gelap, jatuh bebas dari langit biru. Salju itu jatuh ke seluruh bagian dari halaman rumah sakit, ke pohon-pohon sepanjang jalur keluar rumah sakit, ke atas barisan mobil-mobil yang terpakir, dan hingga jauh ke sebelah barat, jatuh lembut di atas pintu masuk rumah sakit. Salju yang dingin itu jatuh di atas kepalanya juga pundaknya. Tetapi tidak ada lagi yang terasa. Perasaannya sudah tidak mengenali apapun lagi, kecuali rasa sakit.

Dia menghiraukan itu semua.

Dia berlari. Berlari sejauh mungkin dengan seluruh tenaga yang dia miliki.

Kepalanya dipenuhi dengan berbagai suara klakson mobil. Di sebelah kirinya. Di sebelah kanannya. Tetapi dia tidak peduli. Dia mengabaikan pendengarannya dan terus berlari sekencang-kencangnya, meninggalkan jejak-jejak tidak teratur di jalanan bersalju.

Mobil bodoh. Truk bodoh. Kendaraan bodoh.

Dia berharap semuanya tidaklah sama.

Yang seharusnya tertabrak oleh truk. Yang seharusnya kehilangan banyak sekali darah dan mengalami kerusakan organ-organ. Yang seharusnya meninggal di dalam kamar operasi. Dirinyalah yang seharusnya mengalami itu semua, bukan Yuri.

Jika saja…jika saja dia tidak berjalan menyeberangi jalan dengan begitu ceroboh. Jika saja dia menyadari sahutan-sahutan Yuri. Jika saja Yuri tidak menyelamatkan dirinya. Semuanya tidak akan berakhir seperti ini.

“Sica.”

Sebuah suara samar-samar memanggil namanya. Begitu pelan. Begitu jauh. Tetapi terdengar familiar. Tapi itu tidaklah mungkin. Jessica tahu itu tidaklah mungkin. Dia sudah pergi. Tidak mungkin Yuri akan ada disana dan memanggil namanya.

Jessica menoleh ke belakang untuk memastikannya.

Tidak ada apapun.

“Sica.”

Suara itu terdengar kembali. Jauh lebih jelas kali ini.

“Sica. Sica. Sica.”

Dan ada kesan khawatir dalam suara itu.

Jessica tidak bisa mempercainya. Suara-suara apa itu sebenarnya? Itu tidak mungkin. Dia pasti sedang berhalusinasi. Sama sekali tidak mungkin Yuri bisa memanggil namanya lagi.

Jessica terus berjalan, meninggalkan jejak-jejak baru di jalanan bersalju. Suara klakson yang keras masih saja terngiang-ngiang di udara, ditemani dengan lampu sorot yang menyilaukan. Tetapi Jessica tidak peduli. Dia hanya ingin berlari pergi. Untuk menghilangkan semua rasa sakit di dalam hatinya.

“Sica.”

Suara itu memanggilnya lagi.

Tidak. Tidak. Tidak. Ini tidak mungkin. Jessica berkali-kali mengulangnya dalam kepalanya. Pastilah pikirannya sedang mempermainkannya.

“Sica.”

Kali ini suara itu terdengar berbeda. Tidak seperti suara sebelumnya. Suara ini tidak terdengar seperti Yuri. Dan suara ini seperti menjadi pemicu terulangnya kejadian yang sama seperti sebelumnya.

Dia mendengar suara klakson keras yang sama dari sebelah kanannya. Dan ketika dia memalingkan wajahnya, dia juga menemukan cahaya lampu menyilaukan yang sama menerangi wajahnya dari truk yang sama pula. Semuanya seperti yang dia ingat mengenai kecelakaan itu.

“Sica.”

Hanya saja kali ini, tidak ada seorang pun yang mendorongnya. Dia masih berdiri terpaku di tempat. Suara klakson bergema dalam kepalanya bersama-sama dengan cahaya putih menyilaukan. Jessica sudah mempersiapkan dirinya kali ini. Dia sudah siap dengan hantaman yang akan dirasakannya saat dia mendengar bunyi ban berderit.

Yuri, tunggu aku.

Suara dentuman keras menyeruak saat besi dingin truk bertemu dengan kulit lembutnya. Pada saat itulah, gelombang kenangan-kenangan merasuki pikirannya dengan cepat dan tak terkendali.

Memori tentangnya dan Yuri.

Dia merasa tidak sanggup lagi menahan semua gelora itu tetapi mereka terus saja datang tanpa henti dan semuanya saling bersinggungan, hingga dirinya tidak mampu menerima itu semua lagi. Kemudian muncul sebuah kilatan cahaya menyilaukan. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, seperti tercabik-cabik dalam sekejap mata. Tetapi kemudian dia bisa merasakan sensasi dingin di kulitnya berubah menjadi hangat. Sentuhan hangat di pipinya, disertai dengan sebuah suara lembut yang memanggil namanya, “Sica.”

Jessica tidak lagi berdiri di tengah-tengah jalanan. Dia sekarang berbaring di ranjang rumah sakit. Hal pertama yang dilihat matanya adalah seorang wanita. Wanita itu sedang menatapnya dengan penuh perhatian. Dia bisa melihat sebuah senyuman baru terulas di wajah wanita itu.

Jessica mengumpulkan tenaga yang tersisa di tubuhnya dan menghirup napas dalam. Itu semua kemudian diikuti oleh suara serak miliknya.

“Mom?” tanyanya.

***

“Dia sedikit syok, tetapi dia tampak baik-baik saja.” Ibu Jessica menjelaskan sembari dia bangkit berdiri dari tempat duduknya. “Aku akan pergi sebentar, kau bisa menjaganya untukku, kan, Tiffany?” Wanita itu tersenyum.

Tiffanny mengangguk. “Tentu, Ahjumma.”

Wanita itu tersenyum lagi sebelum menepuk gadis berambut hitam itu di pundak. Setelah ibu Jessica keluar dari ruangan, Tiffany mengambil kursi di sebelah ranjang Jessica dan duduk disana.

“Hey,” ujar Tiffany ringan. “Bagaimana kondisimu?”

“Aku baik-baik saja, Fany.”

“Syukurlah kau tidak apa-apa. Kau hampir saja membuatku serangan jantung saat aku tahu kau mengalami kecelakaan.”

“Maaf.”

“Nah, tidak masalah. Selama kau baik-baik saja.”

Jessica mengulas senyuman tipis.

Ternyata, Jessica kehilangan kesadarannya tidak lama setelah ambulans yang membawa Yuri pergi dari tempat kecelakaan. Dia terbaring tidak sadarkan diri selama satu jam. Ibunya, yang saat itu sedang berada di Seoul, segera menuju ke rumah sakit setelah menerima telepon mengenai kondisi putrinya tersebut. Dia selalu menemani putrinya sejak saat itu.

Tiba-tiba saja, gambaran mimpi buruknya kembali memenuhi pikirannya.

“Fany,” Jessica memanggil lemah.

“Ya?”

“Bagaimana dengannya?”

Jessica berharap mimpi buruknya tadi hanyalah mimpi buruk semata. Dia beraharap kenyataannya berbeda.

Tiffany mengerti siapa yang Jessica tanyakan. “Operasinya berjalan dengan sukses. Mereka sudah memindahkannya ke ruangan. Tidak terlalu jauh dari ruanganmu ini. Yoona dan Sooyoung sedang ada disana.”

Setelah mendengar berita itu, Jessica menangis. Dia akhirnya bisa merasakan kalau beban dalam dirinya telah terangkat dan mimpi buruk yang menhantuinya telah lenyap. Mimpi buruk itu hanyalah mimpi dan berbeda dari kenyataan yang sebenarnya.

Yuri masih hidup.

Dan… Semuanya belum berakhir.

“Sica…” Tiffany mendekati gadis yang terbaring itu. “Hey, jangan menangis.”

Tidak, Fany. Aku perlu menangis. Aku benar-benar perlu menangis saat ini.

Bukannya berhenti menangis, gadis berambut coklat itu malah menangis semakin deras. Tiffany segera berdiri dari kursinya dan memeluk gadis yang menangis itu. Tubuh bagian atas Jessica terangkat sedikit dari tempat tidur saat dia memeluk erat sahabatnya itu. Dia melepaskan semuanya. Menangis sekencang-kencangnya. Menuangkan segala isi hatinya.

Bersama setiap tetes mata, satu per satu keresahan dalam dirinya ikut terhapus. Rasa takut akan tidak bisa melihat Yuri; merasakan sentuhannya, pelukannya dan kehangatannya; menghabiskan waktu bersama dengannya dan membuat kenangan-kenangan lain bersamanya. Rasa takut akan tidak bisa melihat Yuri menjalani begitu banyak kehidupan dari apa yang sudah dia alami. Rasa takut akan dirinya telah mengambil nyawa sahabatnya itu, nyawa yang sangat berharga. Semua itu telah sirna. Tersapu layaknya debu berputar bersama diterpa angin. Satu per satu melingkar di udara, terbang ke ufuk nan jauh disana.

Juga, itu adalah tangisan rasa syukur.

Dia sangat bersyukur dengan ini semua. Setelah mendapatkan pencerahan akan perasaannya dan betapa telat dirinya menyadari itu semua, ini adalah suatu hadiah yang luar biasa. Dia begitu berterima kasih karena dirinya sudah diberikan kesempatan lain agar dia bisa melakukan apa yang tidak bisa dia lakukan sebelumnya, untuk mengatakan apa yang belum dia katakana sebelumnya.

Kali ini, dia tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Apapun dapat terjadi dalam hidup ini begitu saja, seperti bom atom yang dijatuhkan dari langit dan meledak dalam hitungan detik hingga kita tidak bisa melakukan apapun lagi. Tetapi dia telah mendapatkan pelajarannya. Dia sudah tahu apa yang perlu dia lakukan.

“Fany,” panggil Jessica setelah dia menenangkan diri.

“Hemm?” jawab Tiffany lembut sambil menatap gadis yang tampak berantakan di hadapannya. “Jangan menangis lagi, oke?” Dia merapikan poni gadis berambut coklat itu dan menghapus sisa air matanya. “Kau tampak berantakan sekali sekarang,” gurau Tiffany, tidak lupa menambahkan kekehan kecil di akhir.

Jessica memukul lengan Tiffany pelan.

“Ouch,” Tiffany mengusap lengannya yang baru saja dipukul. “Masih saja penuh kekerasaan bahkan saat kau sedang sakit,” Tiffany mengeluarkan suara tsk.

“Tadi itu tidak keras. Kau ini berlebihan.” Jessica tertawa kecil.

Tiffany mengangkat bahu. “Apapun itu. Tetap saja penuh kekerasan.”

“Yah! Kau merusak moodku!” Jessica memukul Tiffany dengan serius kali ini.

Tiffany tertawa melihat Jessica yang lebih bersemangat. “Maaf, sulit untuk tidak menggodamu,” dia menjulurkan lidahnya. “Jadi apa yang ingin kau beritahu padaku?”

Jessica memalingkan wajah dan menyilangkan lengannya. “Aku tidak mau memberitahumu lagi.”

“Oh geez. Aku hanya bercanda, Sica.”

“Terserah.”

“Oh ayolah, Sica.” Tiffany menusuk-nusuk lengan Jessica berulang kali.

“Ah, ya ya ya. Aku akan memberitahumu. Tapi berhenti menusukukku.” Jessica akhirnya mengalah dan menoleh, tetapi malah bertemu dengan wajah Tiffany yang penuh dengan seringaian kemenangan. “Dan hilangkan senyum bodoh itu dari wajahmu.”

Tiffany tertawa lagi mendengar komentar Jessica. “Baiklah, baiklah.” Tiffany akhirnya mengubah ekspresinya. “Aku sudah sepenuhnya siap sekarang.” Dia kembali duduk di kursi dan menunggu sahabatnya untuk bicara.

“Emm…Aku…” Suara Jessica menghilang.

“Hemm?”

“Emm…Aku…”

“Ya?”

“Aku….aku…aku berpikir….”

Tiffany menunggu.

“Aku…” Jessica menarik satu napas dalam sebelum akhirnya mengutarakan apa yang ingin dia katakan dengan sangat cepat, “Aku menyukai Yuri.”

Tidak ada respons.

“Emm…Fany?”

Sunyi.

“Fa—Yah!!!” Tiba-tiba saja, Jessica diserang dengan sebuah pelukan erat dari sahabatnya. “Yah, lepaskan aku!!! Aku tidak bisa bernapas!!” Jessica mendorong tubuh gadis berambut hitam itu. Dia bisa melihat betapa lebarnya senyuman di wajah Tiffany setelah dia melepaskan pelukannya. Tetapi senyuman itu tampak begitu tulus.

“Aku sangat bahagia mendengarnya, Sica.” Tiffany memeluk gadis berambut coklat itu sekali lagi, namun tidak terlalu kencang kali ini, melainkan lebih lemah lembut. “Aku senang kau akhirnya menyadari perasaanmu, Sica. Dan kau bisa menerimanya. Bahkan memberitahuku. Ini benar-benar keren.” Tiffany melepaskan pelukannya.

Jessica menggeleng sebelum mengangguk. “Tidak dan iya.”

“Apa maksudmu?”

“Pikiran tentang ini semua sudah ada di pikiranku sejak hari penampilan dramaku. Dia menyatakan perasaannya hari itu. Dia—“

“Apaaaa??!!! Dia menyatakan perasaannya padamu??” Tiffany berteriak tidak percaya.

“SSSHHHHH!! Kau ribut sekali, Fany. Ini rumah sakit.”

“Eh, maaf. Kau membuatku terkejut.”

Jessica mendecak. “Iya. Dia melakukannya.”

“Dan apa yang terjadi? Apa kau menolaknya?”

“Tidak.”

“Eh?” Tiffany tampak kebingungan. “Jadi kau menerimanya?”

“Ah, tidak. Biarkan aku menjelaskan lebih dulu, Fany. Kau terus saja memotong perkataanku.”

Tiffany menyeringai. “Maaf. Silahkan lanjutkan ceritamu kalau begitu.”

Jessica mendecak lagi akan kelakukan sahabatnya itu. “Pada saat itu aku tidak sadar kalau dia sedang menyatakan perasaannya padaku. Aku hanya mengatakan terima kasih. Dan kemudian dia pergi. Tapiiiiiiii,” Jessica memberikan isyarat tangan pada Tiffany agar dia tidak menginterupsi. Tiffany membuat gerakan menutup ritsleting pada mulutnya. “Tapi pada malam yang sama, aku akhirnya menyadari kalau apa yang dia bicarakan adalah perasaannya padaku. Kalau dia menyukaiku.” Jessica kembali memberi isyarat tangan untuk menghentikan Tiffany bicara. “Aku tahu, aku tahu,” Jessica menghela napas. “Aku bodoh, kan? Tapi seperti yang kamu bilang, Fany. Ini adalah hal baru untukku. Tidak mudah untuk menyadari kalau perasaanku ini berbeda dari perasaan seorang sahabat.”

“Jadi apa yang membuatmu sadar?” Tiffany akhirnya mendapatkan izin untuk berbicara.

“Kau,” jawab Jessica singkat.

“Aku?” Tiffany menunjuk dirinya sendiri.

Jessica menjawab dengan sebuah anggukan.

“Kenapa aku? Aku tidak mengerti.”

“Kau bilang sesuatu yang kurang lebih seperti ini. Bahwa ini bukanlah sesuatu yang bisa kita pikirkan secara logis tetapi sesuatu yang kita rasakan.”

“Oh itu.”

“Aku sudah memikirkan tentang perasaanku berkali-kali. Tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban. Tetapi. Ketika aku melihat Yuri. Aku merasakan begitu banyak hal. Perasaan senang. Perasaan hangat. Perasaan aman. Aku bisa merasakan perasaannya padaku.”

“Aku tidak menyangka kalau kata-kataku akan memiliki dampak seperti ini padamu,” Tiffany tertawa kecil.

“Yeah. Aku yakin kau mengucapkannya spontan begitu saja.”

“Kurang lebih,” Tiffany tertawa, diikuti oleh Jessica.

“Dan juga hubunganmu dengan Taeyeon. Itu membuka pikiranku. Kalau cinta tidak memiliki batasan,” Jessica menambahkan kemudian.

“Syukurlah kalau sekarang kau berpikir seperti itu mengenai kami,” Tiffany tertawa. “Pikiranmu benar-benar banyak berubah dalam beberapa jam terakhir.

Jessica mengangkat bahu. “Banyak yang terjadi, Fany.”

“Tentu.”

“Kemudian kecelakaan itu terjadi. Aku begitu takut. Aku takut kehilangan dirinya.” Tanpa peringatan setetes air mata terjatuh dari mata Jessica. “Bahkan hanya memikirkannya saja sudah menyakitkan bagiku.” Jessica tertawa kecil dan mengusap pipi kirinya. “Tapi ini membuatku sadar betapa berarti dirinya bagiku. Dan betapa aku ingin berada di sisinya.”

“Apa kau yakin dengan ini semua?” Tiffany bertanya untuk memastikan.

Jessica mengangguk. “Ya, Fany. Aku yakin dengan perasaanku sekarang. Aku menyukai Yuri.” Dia mengucapkannya tanpa ragu.

“Itu melega—“ Tiffany tidak menyelesaikan kalimatnya karena dia mendengar suara gemerencang besi jatuh ke lantai. Dia dan Jessica segera menoleh ke arah sumber suara.

Dan disana ibu Jessica sedang berdiri terpaku dengan mata membelalak.

 

To be continued…

***

A/N: Annyeong semuanya!!!

Nah loh nah loh, kondisinya jadi kaya gini. Gimana prediksi kalian dengan nasib Jessica dan Yuri selanjutnya? Silahkan dikomen di bawah ^^ Ditunggu loh yaa~ Oke deh, sampe jumpa di chapter selanjutnya. See ya!

Author: 4riesone

SONE. Follow me on Twitter @4riesone for updates and questions

29 thoughts on “Remember Me (Chapter 10)

  1. menurut aku si yuri hilang ingatan trus mommy’nya sica ga setuju,,,,,mulai masalah muncul

  2. pasti mommy jung nolak hubungan yulsic,,,,,yul lupa ama sica,ahhhhhhhh nyesek deh

  3. Dih kentang banget sih, next chapter keknya bisa” baper ini

  4. Wduhh
    Wkakakakkaa
    Badaii dah dtngg
    Wkwkwkwk

  5. Aduhh… untung aja cuma mimpi thor..
    tapi itu yul pasti hilang ingatin, dan emak ny sica pasti gak setuju mendengar anakny suka sama yul..
    Semoga yulsic happy ending..
    Go kalo ad konflik biar seru, yg penting endingnya wkkk..
    Ayo yulsic berjuang!!
    Lanjut thor!!
    D tggu kelanjutannya

  6. Aish pasti mommy jung ga bakalan ngijinin hufttt masalah lagi
    Huaa jangan bilang nanti yurinya hilang ingatan???

  7. kayaknya mamanya jessie ngedukung deh

  8. Bisa jadi ibunya jessica ga setuju jessica sama yuri dan bentang hubungan mereka terus jauhin yulsic. Tapi bisa juga setuju wkekekek

  9. Kirain sica nya juga ikut meninggal dan cerita berlanjut di dunia para hantu eh ternyata semua itu cuma mimpi wkwkw. Tapi bagus lah akhirnya sica nyadar sama perasaan yg sesungguhnya. Nah loh nahloh pasti mama jung denger. Restuin dong tante haha

  10. baru aja sica sadar klu dia mnyukai yuri ehhh mamax denger..runyam gak nanti hbngan yulsic ya??

  11. Wah wah bnr2 gak bs dprcaya, swalx q kira yul udah mati eh trnyta cm byanganx jess sndri, la ini malah momx jess dnger omonganx jess, bnr2 bin tegang sndri nih chap, lanjutkan thoor

  12. Fiuuuuhhh, ternyata mimpi toooh. Tapi tetep aja lu udh bikin yuri tewas dimimpiny jessi, dan itu menyedihkan thooor 😔😔😔
    Dan gw bahagia kalau itu cuma mimpi 😁😁

  13. Menurutku yuri akan amnesia karena dia terbentur dgn keras dan ibu jessica nggak setuju kalau anaknya hrs pacaran dgn sesama jenis

  14. eng ing eng, tadaaa mommy sica denger, kelanjutannya gimana yah😁 , seru nih..

  15. Untung yul ga beneran mati
    Semiga aja yul ga lupa ingatan:’)

  16. Siapakah gerangan di sebalik pintu rumah sakit itu??? Akan tahu kebenarannya di chap seterusnya

Leave a reply to sherink1820 Cancel reply