rara0894

All about TaeTiSeo and GG

Remember Me (Chapter 18)

44 Comments

Title         : Remember Me

Author    : 4riesone

Genre      : Fluff, Romance, Yuri

remember me

Forever – Chapter 18

Ternyata, ‘selamanya’ itu hanya terjadi di dongeng saja.

Tidak ada satupun hal yang bertahan selamanya. Tidak sebuah kecantikan. Tidak sebuah kebahagiaan. Tidak sebuah janji. Tidak sebuah hubungan. Bahkan tidak pula Girls’ Generation yang beranggotakan sembilan member.

Sudah tiga bulan sejak perayaan hari ke-100 Yuri dan Jessica dan telah terjadi beberapa perubahan yang tak terduga dalam kehidupan mereka dalam rentang waktu yang singkat itu.

Pertama-tama, Jessica mendengar berita mengejutkan dari girl group favorit Yuri sekitar satu bulan yang lalu. Member favorit Yuri, Jung Soo Yeon, sudah tidak lagi menjadi member dari national girl group itu, tanpa ada penjelasan yang jelas tentang bagaimana hal itu bisa terjadi. Yuri meneleponnya dan menangis terus menerus karena hal itu saat pertama kali dia mengetahuinya.

Sebagai seorang fan girl, Yuri sangat mencintai biasnya dan perpisahan yang mengejutkan itu berarti dia tidak lagi bisa melihatnya biasnya tampil bersama grup favoritnya. Selain itu fakta bahwa ‘forever nine’, yang sangat dia percayai sepenuh hati sebagai fan grup tersebut, tidak lagi berlaku tentu saja membuat hatinya semakin sedih. Walaupun dia tidak lagi menangis setelah kelima kalinya dia mengetahui kabar itu, Yuri masih akan tetap merasa sedih setiap kali dia mengetahui berita itu.

Selanjutnya, Jessica akhirnya ikut terlibat dalam drama lagi. Dia kembali dipilih sebagai pemeran utama untuk kedua kalinya dan mengejutkannya, aktor pria utama untuk drama kali ini adalah lawan mainnya yang dulu, Sukjin. Dan sama seperti drama tahun lalu, mereka berdua menunjukkan akting yang baik dan membangun chemistry yang kuat antara satu sama lain hingga menghasilkan drama yang menarik juga menyentuh.

Dia sangat bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan aktinya, terutama di bidang drama. Juga kali ini, orang tuanya ada disana untuk menyaksikan penampilannya. Sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan tahun lalu. Jessica senang bisa menunjukkan penampilannya pada kedua orang tuannya dan membuat mereka bangga.

Tapi itu semua terasa belum sempurna…

.

.

.

Karena ada sesuatu yang kurang…

.

.

.

Atau lebih tepatnya…

.

.

.

Seseorang.

.

.

.

.

.

Hari ini adalah hari pertunjukkan Jessica dan drama itu baru saja berakhir lima belas menit yang lalu.

“Voila!” Tiffany menunjukkan sebuket bunga mawar pada Jessica setelah dia keluar dari ruang backstage. Mata gadis itu telah berubah menjadi bentuk bulan sabit segera setelah melihat teman berambut coklatnya. Dia telah menunggu Jessica untuk keluar sejak tirai panggung ditutup, bersama dengan ketiga gadis lainnya.

Sebuah senyuman terulas di wajah Jessica. “Terima kasih, Fany-ah,” dia menerima bunga itu dan memeluk gadis yang tersenyum itu.

“Aku sangat bangga padamu, Sica-yah. Penampilanmu benar-benar mengangumkan,” ujar Tiffany setelah melepaskan diri dari pelukan mereka.

“You’re very amajjing.” Seorang gadis berkacamata berkata dari belakang sambil menunjukkan kedua ibu jarinya.

“Kau jauh lebih baik dari penampilanmu sebelumnya. Aku sampai berpikir kalau aku sedang menonton Broadway,” sesosok gadis cantik terkekeh.

“Setuju dengan si choding. Kau membuatku menangis di scene yang terakhir.” Gadis yang terakhir ikut bergabung dalam percakapan itu.

“Cengeng,” ujar Yoona, diikuti oleh suara tawa.

“Yah!! Siapa yang kau panggil cengeng? Aku melihat kau juga menangis. Kau bahkan menangis lebih parah dariku.” Hal itu menimbulkan gelak tawa dari semuanya.

“Terima kasih sekali lagi, kalian semua. Aku tidak akan bisa melakukan ini tanpa dukungan kalian,” Jessica memandangi teman-temannya satu persatu dengan penuh rasa terima kasih yang terpancar di matanya.

“Tentu saja kami akan selalu mendukungmu, Sica-yah,” Yoona menghampiri gadis berambut coklat itu dan menepuk pundaknya pelan.

“Iya, kau ini kan sahabat kami.” Seorang gadis jangkung menambahkan sambil berjalan mendekati kerumunan itu.

“Dan itu adalah gunanya sahabat, kan?” Tiffany kembali tersenyum hingga mencapai matanya.

Mata Jessica berkaca-kaca saat semua sahabatnya itu mendekatinya satu persatu. Dia sangat bersyukur bisa memiliki orang-orang ini sebagai yang terdekat dengannya yang tidak pernah berhenti mendukungnya. Bahkan ketika dia sedang terjatuh. Mereka tidak pernah meninggalkan sisinya dan malahan selalu menghiburnya.

“Oh guys,” Jessica tersenyum lagi saat setetes air mata terjatuh dari pelupuk matanya. “Terima kasih ya. I love you all.” Dia memeluk mereka semua dan air mata pun segera membanjiri pipinya.

Saat dia memeluk sahabat-sahabatnya itu, kenangan dari tahun lalu pun terulang dalam pikirannya. Tak lama, Jessica mulai mengingat kenangan tentang hal yang serupa. Dia ingat bagaimana sahabat-sahabatnya itu juga menyelamatinya dengan sebuket bunga mawar dan pelukan hangat, diiringi dengan isak tangis disana sini. Dan ada satu momen tertentu yang membuat hatinya terenyuh saat dia mengingatnya.

Itu adalah ketika dia sedih karena ketidakhadiran orang tuanya dan Yuri menghiburnya dengan sebuah pelukan dan kata-kata tulusnya. Dia rindu dengan kehangatan yang dia rasakan pada hari itu, dalam dekapan Yuri. Dan dia akan menukar apapun agar dia bisa merasakan hal itu untuk sekali lagi saja.

Sejujurnya, dia tidak hanya merindukan kehangatannya, tetapi dia juga merindukan sosok itu. Jessica sangat merindukan Yuri. Begitu merindukannya.

Sayangnya, tidak ada apapun yang bisa dia lakukan.

Gadis itu tidak datang ke dramanya. Dia tidak menyalahkan Yuri tentu saja, karena Yuri meamng tidak tahu kalau drama ini ada. Tidak ada seorang pun yang memberi tahunya. Dan alasan menyembunyikan hal ini dari Yuri adalah karena apa yang terjadi tiga bulan yang lalu. Di hari yang sama ketika Yuri terbangun di tempat Jessica.

Kenangan itu begitu jelas di ingatan Jessica. Bagaimana tidak? Kenangan itu terus saja terputar di pikirannya lagi dan lagi setiap kali dia menutup matanya. Seperti tidak rela membiarkannya tidur dengan nyenyak sama sekali.

Tetapi Jessica tidak pernah mengeluh. Walaupun itu bukanlah kenangan yang menyenangkan, tetapi itu mengingatkannya bahwa semua yang dia rasakan memang nyata. Bahwa waktunya bersama-sama dengan Yuri bukanlah hanya imajinasinya semata, tetapi memanglah kenangan yang nyata.

***

Tiga bulan lalu…

Jessica dan Yuri sedang berada di dorm Yuri setelah meninggalkan rumah Jessica. Keheningan memenuhi tempat itu. Penghuni lainnya, Yoona, saat itu sedang tidak berada di tempat. Dia sedang pergi keluar bersama Sooyoung, berdasarkan pada catatan yang dia tinggalkan di dapur. Jessica sedang berada di dapur, meneguk sebotol air minum. Sedangkan Yuri sedang berada di dalam ruangannya, melakukan sesuatu yang tidak dia beri tahukan.

Gadis berambut coklat itu meletakkan botol minumnya di meja dan bersandar disana. Telapak tangannya bertemu dengan permukaan meja sambil lengannya menopang tubuh. Dia bisa merasakan perutnya bergejolak dalam cara yang tidak menyenangkan, seperti ingin memberitahu dirinya bahwa ada sesuatu yang buruk.

Dalam perjalanan mereka menuju dorm Yuri, dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang salah dengan Yuri. Gadis itu tidak seperti dirinya yang biasa, sosok yang periang dan hangat. Dia tidak banyak bicara dan saat mereka berjalan bergandengan tangan, Jessica tidak bisa merasakan kehangatan pada tangan Yuri seperti biasanya. Kali itu adalah perjalanan paling hening yang pernah mereka lakukan, dan yang paling menyeramkan pula.

Dia ingin bertanya pada Yuri, tetapi segera setelah mereka sampai, Yuri langsung masuk ke dalam kamarnya. Dan anehnya, dia mengunci pintu agar Jessica tidak bisa masuk ke dalam. Merasa tidak berdaya, Jessica pun memutuskan untuk mencari air minum saja.

Dia mencoba menggali otaknya untuk menemukan kemungkinan alasan kenapa Yuri bersikap sangat aneh seperti itu. Hanya satu alasan yang dapat diterima yaitu: mungkin, Yuri terkejut dengan kebenaran yang baru dia ketahui. Walaupun hal itu belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi mungkin saja kalau ini adalah satu dari ratusan kemungkinan kejadian.

Jessica hanya bisa berharap Yuri akan segera membicarakan hal ini.

Tidak lama setelahnya, dia mendengar suara pintu ditutup dan derap kaki mendekat. Jessica mendongak dan melihat Yuri telah berada di hadapannya. Gadis itu meraih pergelangan tangannya.

“Ikut aku,” ucap Yuri.

Jessica menatap bingung pada gadis itu seolah-olah bertanya apa yang sedang terjadi pada Yuri. Tetapi, Yuri hanya membalas dengan senyuman tipis sebelum menariknya dari dapur ke ruang tengah. Dia pun duduk di sofa dan Jessica mengikuti duduk di sampingnya.

“Ada apa, Yuri-yah?” tanya Jessica, alisnya mengerut.

Yuri tidak memberikan jawaban malahan dia menatap lekat wajah Jessica. Tatapannya tidakd apat ditebak, tapi entah mengapa matanya terlihat muram. Jessica menjadi lebih khawatir setelah melihatnya.

“Yuri-yah, apa kau baik-baik saja?” Dia mengulurkan lengannya dan meletakkannya di pipi Yuri. “Kau tahu kalau kau bisa menceritakan apapun padaku, kan?” ujarnya lembut pada gadis yang terpaku itu sambil memberinya tatapan khawatir.

Bukannya mendapatkan jawaban, Jessica malah merasakan sebuah telapak tangan menelungkup di atas tangannya.

“Yu-Yuri-yah?” Jessica terkejut dengan sentuhan yang tiba-tiba itu. Kali ini tangan itu telah berubah hangat kembali. Sentuhan yang Jessica sukai.

Jantungnya berdegub semakin kencang saat Yuri meraih tangannya dan menyatukannya dengan kedua tangan miliknya sambil memandangi Jessica dengan tatapan lembut. Pandangan itu beralih turun menuju tangan mereka selama beberapa detik sebelum kembali ke mata Jessica lagi. Tatapan itu bertahan selama beberapa saat sebelum gadis berkulit coklat itu berbicara.

“Kau masih saja cantik seperti biasanya, Sica,” suara Yuri begitu lembut dan penuh ketulusan.

Kata-kata itu membuat pipi Jessica memerah seketika.

Kalau dipikir-pikir, Yuri jarang memuji Jessica cantik. Pertama kalinya dia mengatakan itu adalah pada kencan pertama sungguhan mereka. Tetapi itu pun tidak benar-benar mengatakan pada Jessica bahwa dia cantik, melainkan Yuri membandingkan kencan indah mereka dengan wajah cantik Jessica. Sehingga kali ini terasa berbeda.

Dan cara Yuri mengatakannya begitu…. Syahdu. Selain itu, di beberapa detik singkat tersebut, Jessica bisa melihat kilauan di mata Yuri.

“Aku tidak tahu apakah kau pernah mendengar hal ini atau tidak, tapi,” Yuri melanjutkan. “Sejak pertama kali aku bertemu denganmu, aku rasa aku sudah menyukaimu. Aku sudah cemburu dengan Sukjin yang mendapatkan perhatianmu sedangkan aku tidak. Kau menarik perhatianku dan mempesonaku ketika kau menjabat tanganku. Dan perasaan itu masih tetap sama hingga saat ini.” Dia mengucapkan itu semua dengan begitu tenang sambil wajahnya terangkat membentuk sebuah senyuman.

Jessica pun tersenyum mendengarnya. Kata-kata itu semakin menenangkan perasaannya lebih lagi. Walaupun mereka telah melewati banyak sekali kencan pertama dan pernyataan cinta, tetapi kali ini adalah pertama kalinya dia mendengar Yuri membicarakan pertemuan pertama mereka, yang anehnya tidak bisa dia ingat. Yah, dia tidak sepenuhnya melupakan kejadian itu, tetapi ingatannya begitu sama, tidak ada gambaran jelas akan Yuri di dalamannya atau bagaimana reaksi mereka masing-masing di hari itu. Dia merasa bersalah, tetapi dia juga merasa bersyukur karena Yuri sepertinya mengingat hari itu dengan begitu jelas. Dengan begitu momen mereka tidak sepenuhnya terlupakan.

“Aku—“ Jessica baru saja akan balas mengungkapkan perasannya, tetapi segera dipotong oleh kata-kata Yuri.

“Tetapi,” pandangan Yuri terjatuh, ekspresi cerahnya tadi kini berubah menjadi sendu. Dia menarik sebuah napas dalam. “Aku rasa aku tidak bisa lagi bersama denganmu. Aku sudah memutuskan untuk pergi dan tinggal bersama keluargaku.” Dia melepaskan genggamannya pada tangan Jessica saat berkata demikian.

Perasaan hangat dan nyaman yang dia rasakan sebelumnya kini pergi seketika dari tubuhnya. Mulutnya ternganga disertai matanya yang membelalak.

Jessica tidak bisa memahami apa yang baru saja dia dengar. Otaknya menolak untuk menerima informasi yang baru saja dia dapatkan. Yuri akan pergi. Apakah telinganya sedang mempermainkannya?

“Aku benar-benar minta maaf, Sica-yah. Tapi aku rasa kita tidak bisa lagi melanjutkan hubungan kita ini.” Yuri berkata lagi sebelum tertunduk rendah.

Kata-kata itu seperti hujaman pada hati Jessica. Rasa sakit terasa di sekujur tubuhnya, tetapi terutama pada dadanya yang terasa tercekat.

“A-a-a-apa yang kau katakan, Yuri-yah? Ke-kenapa kita tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi?” Bibirnya bergetar hanya dengan memikirkannya. Dia pikir semuanya baik-baik saja. Mereka melewatinya dengan baik, bahkan merayakan hari ke-100 mereka bersama-sama. Tetapi kenapa sekarang? Apa dia melakukan suatu kesalahan? Apa Yuri bosan dengannya? Atau…ataukah Yuri tidak lagi menyukai dirinya? Jessica menjauhkan pikiran itu darinya. Itu membuat hatinya sakit bahkan dengan membayangkannya saja.

“Aku tidak ingin membebanimu dan yang lainnya, Sica,” ujar Yuri, masih menghindari mata Jessica, tetapi gelisah dengan jari-jarinya. “Aku mencintai kalian semua. Kalian berhak untuk menjalani hidup yang bahagia dan utuh, bukannya bertahan denganku. Terutama dirimu, Sica.” Dia terdiam sejenak untuk mengambil satu napas dalam. “Kau pantas untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Bukannya hanya berada di sisiku.” Suaranya begitu pelan di akhir ucapannya.

“Itu omong kosong, Yuri-yah!” Jessica berteriak, meninggikan suaranya.

Yuri menghela napas. “Tidak, Sica. Kau tidak akan mempunyai masa depan denganku,” suaranya bergetar dan pandangannya semakin tertuju ke bawah, seolah dia pun tidak ingin mengakuinya.

“Itu tidak benar, Yuri!” Jessica berdiri dan menatap Yuri tajam. “Apa kau ini semacam peramal yang bisa mengetahui masa depanku?” Rasa sakit yang ada sebelumnya kini perlahan berubah menjadi amarah.

Dia tidak bisa menerima ucapan omong kosong Yuri. Masa depan apa yang dia bicarakan? Apa Yuri tidak mengerti kalau masa depan yang dia inginkan adalah masa depan dimana ada Yuri di dalamnya?

“Bukan seperti itu, Sica. Maksudku, lihatlah aku. Bagaimana bisa kau hidup dengan orang sepertiku yang tidak bisa mengingat hal baru apapun? Tidak ada masa depan jika kau bersamaku,” ujar Yuri lelah.

“Tidak!” Dia berteriak kencang. “Kenapa sekarang kau malah menentukan masa depanku? Aku hanya menginginkan dirimu, Yuri. Aku hanya ingin masa depan yang menyertakan dirimu di dalamnya. Apa kau tidak mengerti itu?!” Dia berteriak begitu putus asa dan kemudian menarik napas berat. Dadanya naik turun, cuping hidungnya kembang kempis, mencoba untuk mengontrol emosinya. Tangannya menumpu pada pinggangnya sedangkan tangan satunya memijat-mijat pelipisnya. Dia memutar tubuhnya, membelakangi orang yang memicu emosi seperti ini darinya. Dia tidak suka ketika Yuri menyalahkan dirinya sendiri dan dia lebih tidak menyukainya lagi ketika Yuri mendorongnya menjauh seperti ini.

Gadis yang terduduk itu tersenyum sedih. Jika kondisi mereka tidak seperti sekarang, dia akan sangat bahagia mendengar Jessica mengatakan kata-kata tadi.

“Sica,” panggil Yuri lembut. Dia meraih satu tangan Jessica dan menatap ke arahnya. “Kumohon,” pintanya.

Yuri membenci dirinya sendiri karena melakukan ini, karena melukai Jessica. Dan rasanya sakit melihat Jessica terluka. Tetapi keputusannya sudah bulat. Dia tahu ini adalah untuk yang terbaik.

Jessica melirik kea rah Yuri yang terlihat terluka juga melalui ekspresinya. Hatinya melunak akan hal itu. Dia bisa merasakan bahwa kekasihnya juga tidak menginginkan perpisahan ini. Walaupun dia masih tidak bisa mengerti mengapa Yuri melakukan ini, tetapi dia tidak ingin melihat Yuri terluka. Gadis berambut coklat itu perlahan menarik Yuri dalam pelukannya.

“Maafkan aku, Yuri-yah. Maafkan aku,” bisiknya di telinga gadis berkulit coklat itu. Tetes air mata mengalir di pipinya. Tangisan itu semakin keras ketika Yuri mengusap lembut punggungnya sambil membisikkan maaf lagi dan lagi.

Hati Jessica tidak tahu harus merasakan apa. Tentu saja dia tidak ingin melepaskan Yuri, tetapi dia juga tidak ingin Yuri terluka seperti ini.

Setelah menghentikan tangisannya, Jessica melepaskan pelukannya. Dia kemudian mengangkat dagu Yuri untuk menatap mata coklatnya. “Yuri-yah,” nada kesal sebelumnya telah sepenuhnya hilang, digantikan oleh nada lembut. “Kumohon jangan jauhkan diriku darimu. Jika kau ingin tinggal bersama dengan keluargamu, aku tidak akan menghentikanmu. Tapi kumohon, jangan akhiri hubungan kita. Aku bisa melakukan apapun untuk membuat hubungan kita berjalan.”

Gadis itu tidak peduli jika dirinya terdengar begitu menyedihkan karena sebegitu besarnya keinginannya untuk bersama dengan Yuri. Seratus hari terakhir adalah saat-saat paling membahagiakan di sepanjang hidup Jessica. Dia merasa hidup. Dia merasa bahagia. Dan terlebih lagi dia merasa dicintai. Walaupun terdapat beberapa kemalangan di antaranya, tetapi dirinya tahu dengan pasti kalau dia akan dengan senang hati melewati itu semua lagi jika diminta. Karena tidak ada satu hal pun yang bisa dibandingkan dengan berada di sisi Yuri. Dan sekarang, saat paling membahagiakan itu sedang berada di ujung tanduk untuk segera berakhir.

Yuri melepaskan tangan Jessica dan menggeleng pelan. “Maafkan aku, Sica, tetapi ini untuk yang terbaik bagimu dan untukku juga.”

“Kenapa kau membuat ini begitu sulit, Yuri?”

“Ini demi kebaikan kita, Sica.”

“Bagaimana bisa ini demi kebaikan kita saat aku tahu ini hanya menyakiti kita berdua?”

“Sica, aku…”

“Kau bahkan bilang kalau kita akan bersama selamanya kemarin malam, Yuri. Tetapi kenapa sekarang kau mencoba untuk meninggalkanku?” Jessica sudah mencapai ambang frustasinya hingga membicarakan kejadian tadi malam yang dia paham dengan jelas tidak akan bisa diingat oleh kekasihnya.

Di sisi lain, ekspresi Yuri menjadi sendu mendengar kata-kata itu. Dia benar-benar tidak tahu menahu soal hal ‘selamanya’ itu. Dia bahkan tidak ingat apa yang terjadi pagi ini, terlebih lagi tentang apa yang terjadi kemarin malam. Hal itu membuatnya semakin frustasi dengan kondisinya, tetapi juga semakin meyakinkannya bahwa dia harus melakukan hal ini. Demi Jessica.

Dia tidak ingin menjadi beban bagi Jessica dan menghentikannya untuk meraih mimpinya. Dia tahu, dengan kondisinya saat ini, dia tidak akan bisa menjadi pasangan yang baik untuk Jessica. Dia tidak akan pernah bisa mengingat apapun yang mereka telah lakukan bersama. Dia tidak akan pernah tahu apapun yang sudah dia janjikan pada Jessica. Dia tidak akan pernah belajar dari kesalahan yang telah dia perbuat. Dia tidak akan pernah mengerti hal baru mengenai Jessica. Yuri tidak menginginkan hal itu. Dia ingin Jessica bisa memiliki lebih dari apa yang bisa dia tawarkan. Dia ingin Jessica untuk hidup lebih bahagia, tanpa beban terus menerus akibat memiliki pacar yang tidak sempurna seperti dirinya, dan juga bisa mengejar mimpinya sekuat yang dia mampu.

Dan jika melepaskan Jessica dapat mewujudkan hal itu, dia akan melakukannya. Meskipun itu harus terasa menyakitkan.

Jessica menghela napas, menyadari kesalahannya karena telah membicarakan peristiwa kemarin, setelah tidak adanya respons dari Yuri. “Hentikan saja ini, Yuri. Kita bicarakan ini lagi setelah kau melupakan soal pergi ini.” Dia baru saja akan berdiri dari tempat duduknya tetapi terhenti oleh kata-kata Yuri.

“Aku akan tetap melakukannya. Tidak peduli apakah kau menyetujuinya atau tidak. Orang tuaku akan datang besok.”

Gadis berambut coklat itu kembali terduduk dan menatap gadis yang lebih tinggi darinya itu. Rasa takut, rasa sedih, rasa sakit semuanya terlihat jelas di wajah Jessica. “Jadi, ma-maksudmu…ki-kita sudah berakhir?” Suaranya hampir tercekat.

“Maafkan aku,” ujar Yuri pelan. “Aku akan meningatmu sebagai sahabatku.”

“Sahabat, huh? Sepertinya ini adalah karma.” Jessica tersenyum sedih.

Yuri mengerti apa yang Jessica maksud, tetapi dia sudah memutuskan. “Maafkan aku,” ujarnya sambil menatap ke tangannya yang berada di pangkuan.

Jessica menatap Yuri sekali lagi untuk mungkin dapat menemukan sedikit pertanda bahwa dia akan mengubah keputusannya itu. Tetapi tidak ada sama sekali. Gadis berkulit coklat itu terlihat sedih tetapi juga tidak goyah dengan keputusannya.

“Jika ini adalah apa yang kau inginkan…baiklah. Aku akan pergi.” Jessica akhirnya berbicara dan benar-benar berdiri dari tempat duduknya. “Selamat tinggal.”

Yuri tidak mengucapkan balasan apapun dan hanya memandangi gadis yang sedang menuju ke arah pintu itu. Hatinya terasa semakin berat seiring setiap langkah yang Jessica ambil menjauh darinya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah melakukan ini pada orang yang sangat dia pedulikan dan…dia pun yakin kalau dirinya akan merindukan Jessica setiap saat mulai sekarang. Bahkan jika dia tidak bisa mengingat tentang waktu mereka bersama-sama, ataupun perpisahan ini, tetapi dia tahu…perasaannya untuk Jessica akan tetaplah sama.

Dia menahan air matanya. Dia menahan dirinya untuk tidak memeluk gadis yang telah dia lukai begitu dalam. Dia menahan lidahnya untuk tidak berteriak ‘jangan pergi’ pada gadis itu.

Tetapi…

Dia tidak mampu menahan dirinya untuk memanggil Jessica ketika gadis itu tinggal beberapa langkah lagi dari pintu,

“Sica.”

Jessica berhenti dan memutar tubuhnya. Air mata telah mengalir deras di wajahnya.

“Bolehkah aku menciummu untuk terakhir kalinya?”

Gadis berambut coklat itu terkejut dengan permintaan yang begitu tiba-tiba itu, tetapi dia juga tidak menolaknya. Mereka pun akhirnya berciuman bersamaan dengan air mata yang terus mengalir dari matanya. Dia membiarkan dirinya mengingat semua hal tentang Yuri melalui ciuman itu. Kehangatan Yuri. Kelemah lembutan Yuri. Bibir halus Yuri. Ciuman sempurna Yuri. Dia mencium gadis yang lebih tinggi itu dengan segenap perasaannya, berharap mungkin itu dapat mengubah pikiran Yuri.

Tetapi menyadari bahwa hal itu tidaklah mungkin, Jessica pun akhirnya melepas ciuman mereka.

Yuri bisa mendengar suara bantingan pintu dan langkah cepat Jessica yang sedang berlari secepat mungkin menjauh dari tempatnya meskipun dengan kaki yang terluka.

Dia pun akhirnya melepaskan semua kekangan dalam dirinya. Dan seolah langit sedang menangis bersamanya, dia mendengar tetes hujan menabrak jendela sebelum suara petir meredam suara tangisannya.

***

Jessica memandangi foto-foto yang ada di laptopnya. Itu adalah foto-foto yang dia dan Yuri ambil selama 100 hari mereka bersama. Ada banyak sekali foto, masing-masing berbeda, bisa lucu, kocak, aneh, romantis atau bahkan candid.

Dia menekan tombol next dan tersenyum pada satu foto. Yuri terlihat terkejut di foto itu. Ekspresinya begitu menggemaskan. Dia ingat bagaimana dia mengambil foto itu tanpa memberitahu Yuri sebelumnya. Yang selanjutnya diambil di taman. Yuri berdiri di samping seekor angsa, menirukan posenya. Dia terkekeh. Gadis berkulit kecoklatan itu memang benar-benar kocak. Ada foto lain lagi dimana mereka berdua berpose dengan ekspresi wajah aneh dan rambut panjang mereka dikuncir di bawah dagu mereka, tetapi entah kenapa itu terlihat menggelikan daripada aneh. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan senyum.

Dia pun lanjut menekan tombol next, memandangi berbagai foto tentang dirinya dan Yuri. Tanpa sadar, air mata telah tergenang di pelupuk matanya seiring satu per satu foto berganti. Ketika dia melihat foto dimana Yuri mencuri sebuah ciuman di pipinya, dia hanya bisa melihatnya dengan matanya yang sudah berkaca-kaca. Keadaannya semakin buruk saat layar laptop menunjukkan foto ketika Yuri memeluknya dan memberi ciuman di pelipisnya. Yuri terlihat begitu tenang dan dirinya sendiri tampak benar-benar bahagia. Dia tidak lagi mampu menahan air matanya ketika akhirnya melihat foto-foto yang diambil di perayaan hari ke-100 mereka.

Jessica tidak bisa berhenti menangis ketika melihatnya. Dia benci akan fakta bahwa itu adalah kencan terakhir mereka dan dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang dia rasakan hari itu. Semua yang terjadi di hari itu langsung memenuhi pikirannya. Maka malam, godaan yang tiada hentinya, jalan-jalan di pinggiran sungai, pergelangan kakinya yang keseleo, gendongan Yuri, omelan dari ibunya, malam yang habiskan di kamar Jessica. Dia benci bagaimana dirinya masih bisa mengingat semuanya begitu jelas yang hanya membuat hatinya semakin sakit.

Dia mengusap hidungnya dan mencoba untuk menghentikan isak tangisnya. Dia menarik napas beberapa kali saat tangannya bergerak menuju keyboard. Dia menekan tombol delete setelahnya.

Are you sure you want to delete ‘You & I’?

Jessica menutup matanya dan menarik napas dalam. Tangannya sudah berada tepat di atas tombol enter. Dia menggigit bibirnya sebelum akhirnya memutuskan apa yang akan dia lakukan.

Dia menekan tombol tersebut dan melepaskan segalanya.

Orang-orang mengatakan kalau tidak ada yang bertahan selamanya, kecuali kenangan. Tetapi sekarang, bahkan kenangan pun tidak mampu bertahan. Jadi apa yang harus dia harapkan lagi?

 

To be continued…

***

Author: 4riesone

SONE. Follow me on Twitter @4riesone for updates and questions

44 thoughts on “Remember Me (Chapter 18)

  1. sabar sica,,,,,kalian pasti akan bersama lagi walau banyak waktu yang kalian lewatkan berdua.semuanya perlu pengorbanan dan perjuangan.always yulsic

  2. oh tidakkkkk huuaaaaa yulsic jangan putus… 😭
    nyesek yuri kok nyerah sih.. sica nya aja gkpp..
    stuju banget sma author tidak ada satu pun hal yg bertahan slama nya

  3. 😥😥😥
    sedihhhh…yulsic pisah..satuin lagi dong thor..

  4. Omo…knp jd bgitu??? Gk trima nih yulsic berpisah
    Kmbalikan mreka thor….
    😥

  5. yahhh yulsic’y knp d pisahin thor
    baperrrr

  6. Ceritanya menyayat hati 😫

  7. Syh jdi baper ,mewek deh haha i like

  8. Kasian yulsic berpisah ;( buat yuri sembuh thor kasian yuri sama sica sama” menderita 😦

  9. Napa ffnya harus gini thor, baper kan:’v
    Like dah!

    Lanjut thor!

  10. Lha knp yulsic hrs pisah sih thor, tega bnget bikn sica nangis. Yuri knp jg sih hrs mnta pisahan, haduh thor kasian yulsic kn, pokoknya yulsic kudu balikan lg

  11. Kapan ff ini badai nya slesai
    Wkwkwkw
    Msa yulsic pisah thor
    *kekdidunianyata (?)
    Wkakkakakaa

  12. Kenapa yulsic pisah sih thor??? Duh jadi baper deh ini akoh 😭😭😭😭😭😭
    Cepet balikin yulsic dong thor 🙏🙏🙏

  13. Sangat sangat menyedihkan part ini 😭😭😭😭
    Tapi gak mungkin khan Yulsic berpisah selamanya?????

  14. Jgn pisahkan yulsic thor 😭😭
    Rasanya pngen getok pala yuri, biar otaknya normal lg haha kesian sica..

  15. Gk tau mau ngomong apa…

  16. 😭😭😭😭😭😭😭😭, syedih bacanya

  17. Waegure??? Knpaaa jadi begini….

  18. Lanjutttt 😭😭😭😭
    Suka banget alur ceritanya

  19. Ahhhh yulsic kenapa harus putus:(
    Cepet balik lagi yul sebelum sica bisa nemuin ssorg yg lain dan itu bukan dirimuu. Gue mah maunya sama yul selaluu

  20. Huhuhu…. tiiiidddaaakkkkk yulsic huhuhu….
    ceritanya memang membuat para pembaca ikut merasa kesedihannya keren bgt thor!!!selamat anda telah membuat sy baper wkwkwk…

  21. Kapan lanjut nya ini thor😭

Leave a reply to 4riesone Cancel reply