rara0894

All about TaeTiSeo and GG

Love between Dreams (Chapter 12)

64 Comments

Title        : Love between Dreams

Author   : 4riesone

Genre     : Romance, Gender bender

Cast        : 

 Jessica Jung

 Kwon Yuri

 Kim Taeyeon

 Girls’ Generation members and other

LxD cover 2

Break Up

“Let’s break up, Yul,” Sica berkata sesegera mungkin. Dia tidak ingin menundanya lebih lama lagi, atau dia bisa merubah kembali pikirannya. Matanya menatap lurus ke depan, tidak berfokus pada Yul.

“A-apa yang kamu bicarakan, Sica? Ini tidak lucu,” Yul mencoba untuk tetap tenang walaupun jantungnya sudah berdegup sangat kencang saat itu.

“Kita akhiri saja hubungan kita, Yul.”

Yul tidak bisa melihat apapun di mata gadis di hadapannya. Apakah dia serius atau tidak, Yul tidak tahu. Matanya begitu kosong. Bahkan suaranya pun terdengar seperti robot. Tanpa emosi. Tanpa perasaan.

“Ini sama sekali tidak lucu, Sica. Berhentilah bercanda. Aku memiliki kabar baik untukmu.” Yul berbicara setenang mungkin. Dia tidak ingin kekhawatiran dan ketakutan menyeliputi dirinya.

“Aku serius.”

“SM membeli laguku, Sica. Dan mereka akan merekrutku,” Yul berbicara seantusias yang dia bisa, namun gagal. Setidaknya dia mencoba untuk antusias.

“Yul,” sekarang Sica mengalihkan tatapannya pada Yul, memberikan perhatiannya.

Namun Yul tidak mengacuhkan kata-katanya. Dia tetap saja terus menceritakan tentang kabar yang sudah ingin dia sampaikan semenjak dia berhasil membuat perjanjian dengan SM.

“Yul.”

“Yul.”

“Yul…”

“Yul……”

“Kwon Yul.”

“Kwon Yul…”

Walaupun Sica sudah memanggil namanya berulang kali, Yul tetap saja mengacuhkannya dan melanjutkan cerita mengenai pekerjaan barunya.

“Kwon Yul! Dengarkan aku!” Sica akhirnya meninggikan suaranya. Untung saja saat itu kafe sedang tidak ramai sehingga hanya beberapa orang saja yang melihat mereka.

Yul berhenti, terkejut akan suara Sica yang meninggi itu. Dia hanya mencoba untuk menyangkal kenyataan. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apa kesalahan yang sudah dia lakukan hingga Sica ingin putus dengan dirinya. Dia tidak bisa mengerti. Dan sejujurnya, dia juga tidak ingin mengerti.

“Please, Yul. Dengarkan aku. I want a break.” Sica melembutkan suaranya.

“Okay, okay. A break. Berapa lama? Seminggu? Sebulan? Setahun? Huh? Berapa lama yang kamu butuhkan?” Yul berbicara begitu cepat. Kepanikan sudah menguasai dirinya.

Di lain pihak, Sica mencoba untuk menjaga ketenagannya. Dia mengambil nafas panjang sebelum kembali berbicara. “Tidak, Yul,” dia menggelengkan kepalanya. “Ini sudah berakhir.”

Berakhir? Apakah semua ini akan berakhir?

“Jadi..jadi..” Yul menggertakkan giginya, jari-jari saling tergenggam erat. “Ini benar-benar terjadi?” Suaranya hampir saja pecah. Dia dapat merasakan darahnya mengalir melalui pembuluh-pembuluh darahnya dan dadanya terus menerus bergerak naik dan turun dengan sangat cepat.

Sica hanya mengangguk lemah.

Yul menatap tangan Sica yang ada di atas meja. Dia ingin meraih tangannya, namun sebelum Yul bisa menyentuhnya, Sica sudah menarik tangannya ke bawah meja. Yul hanya bisa menghela nafas.

“Tapi kenapa Sica? Aku kira kita baik-baik saja?” Yul memandang kekasihnya, atau lebih tepatnya, soon-to-be-ex, dengan tatapan serius. Tetapi Sica tidak membalas tatapannya. Dia hanya menunduk, menatap tangannya sendiri yang berada di atas pangkuannya.

“Maafkan aku, Yul… Aku tahu ini sangat tiba-tiba dan sulit untukmu. Tapi…” dia terlihat ragu-ragu. “Tapi ini adalah satu-satunya hal yang bisa aku lakukan saat ini.”

“Sica…”

“Lepaskan diriku, Yul. Aku mohon.” Sica mengangkat kepalanya. “Lupakan aku. Aku benar-benar minta maaf.” Dia mengambil barang-barang miliknya dan berdiri, akan segera pergi. Tetapi kemudian dia kembali menatap pria yang masih terduduk di tempatnya. “Sampaikan salam terakhirku untuk ibumu. I do love her.” Setelah mengatakan demikian, dia berjalan pergi. Suara lonceng di pintu dan terdengar jauh dari tempat duduk Yul.

Yul menyandarkan dirinya dengan lemas dan tanpa ekspresi. Dia tidak bisa percaya bahwa Sica meninggalkannya begitu saja. Setelah sekian tahun mereka bersama. Setelah semua yang mereka lalui bersama. Tanpa alasan atau penjelasan.

Tangannya sekarang sedang menopang kepalanya yang tertunduk. Air mata mulai membasahi matanya. Air mata hangat di pelupuk matanya. Tidak ada apapun lagi yang mampu menghentikan air tersebut jatuh ke pipinya. Mengalir sudah semuanya. Sebuah bukti kesedihan akibat hatinya yang hancur.

Dia sedang menangis dalam diam saat dia melihat seseorang mengulurkan lengannya di hadapannya, dengan sebuah sapu tangan di tangannya.

“Here.”

***

Setelah keluar meninggalkan kafe, Sica sudah dijemput oleh sebuah mobil sedan hitam.

“Masuk.” Sebuah suara yang berat berkata dari jendela yang terbuka.

Sica menghela nafas panjang namun tetap mengikuti perintahnya. Dia duduk di bangku belakang.

“Bagaimana?” Dia bertanya dingin.

“Sudah berakhir.” Sica menjawab sama dinginnya dengan orang itu. “Apa kau senang sekarang?”

Pria di dalam mobil itu tidak menjawab.

Sica mendengus dan memutar matanya. “Selalu saja mengganggu hidupku.”

“Ini untuk kebaikanmu. Dan dirinya juga.”

“Whatever. Aku tidak peduli apapun alasanmu. Hanya saja jangan campuri lagi hidupku mulai sekarang.” Sica berbicara dengan begitu tajamnya walaupun sekarang hatinya sedang hancur berkeping-keping. Namun kemarahannya pada ayahnya itu sudah menggunung yang mampu menjadi suatu bola panas besar yang bisa meledak kapan saja.

Sica menatap ke luar jendela. Dia tidak ingin membahas hal ini lebih lanjut. Apa yang baru saja dia lakukan sangatlah berat bagi dirinya. Akhirnya, ahirnya, dia harus mengucapkan selamat tinggal pada cintanya. Dia harus mengakhiri hubungannya dengan orang yang sangat dia kasihi. Orang yang menjadi tempatnya bersandar. Orang yang ingin dia habiskan hidup bersama. Tetapi sekarang itu semua hanyalah cerita semata. Tidak ada lagi. Tidak ada lagi cinta. Tidak ada lagi Yul.

***

“Terima kasih,” kata Taeng pada gadis di belakang mesin kasir. Dia mengambil dua gelas dari meja kayu dengan hati-hati. Tatapannya tertuju pada uap yang melingkar berputar dalam gerakan lembut di atas minuman hangat yang dipegangnya. Seraya uap tersebut menghilang dari kopi, begitu pula pikirannya. Kakinya melangkah demi langkah namun pikirannya tidak sepenuhnya terfokus.

Percakapan hari kemarin masih tampak sangat jelas dalam pikirannya. Hanya ada rasa bersalah disana. Yang dia bisa rasakan hanyalah rasa bersalah.

***

Taeng dapat merasakan atmosfer yang menegangkan di dalam ruangan semenjak dia membuka pintu. Yang satu sedang berdiri dengan ekspresi marah di wajahnya dan orang yang lain sedang duduk di sofa dengan tenang. Tidak ada jejak perasaan terganggu atau bersalah atau emosi lainnya di wajah orang terakhir. Orang itu memalingkan wajahnya saat mendengar suara pintu terbuka.

“Ah, Taeng. Aku sudah menunggu dirimu.”

Taeng mengangguk dan duduk di hadapannya.

“Bisakah kamu juga duduk, Sica?” Tn. Jung berkata pada wanita di samping Taeng. Dia masih saja berdiri disana, kemungkinan sedang mengatur nafasnya yang meningkat.

“Sica…” Taeng meraih tangannya dan membawanya untuk duduk. Untung saja dia menurut untuk duduk. Taeng melihat ke arah Sica yang masih dalam luapan kemarahannya. Dia tidak pernah melihat Sica seperti itu, bahkan tidak di saat terburuk Sica memarahi dirinya. Saat itu saja sudah sangat menyeramkan untuk melihat Sica dalam keadaan marah. Taeng tidak bisa mengerti bagaimana atasannya itu bisa bersikap tenang di hadapan putrinya yang sedang terbakar amarah yang begitu panas ini.

“Apa yang ingin anda sampaikan padaku, Sir?” Taeng menolehkan kepalanya pada atasannya, atau ayah dari wanita yang belum bisa disimpulkan memiliki hubungan apa dengan dirinya.

“Kamu sudah mengetahui kondisiku, Taeng. Aku harap kamu bisa memahami permintaanku.”

Taeng mengangguk.

Tentu saja dia tahu, bagaimana mungkin dia tidak tahu?

Dia melihat pria tua itu terbaring di lantai dengan mata kepalanya sendiri beberapa minggu yang lalu. Dia segera menelepon ambulans setelah tidak mendapatkan respon apapun dari pria tua itu. Kejadian itu membuatnya terkejut. Walaupun Tn. Jung sudah terlihat tidak sehat pada saat itu tetapi Taeng tidak menyangka bahwa dia akan kehilangan kesadarannya.

Tn. Jung tidak sadarkan diri selama beberapa jam dan Taeng sudah menunggunya semalaman di rumah sakit. Dia menemaninya seorang diri hingga akhirnya Sica datang. Sica menyuruh dirinya untuk pulang ke rumah saja, tetapi dia bersikeras untuk tinggal. Sica setuju karena dia tidak ingin berdebat lebih lanjut. Mengetahui keadaan ayahnya saja sudah cukup menguras batinnya. Hingga saat itu, dia berpikir bahwa kesehatan ayahnya baik-baik saja, atau setidaknya tidak dalam keadaan buruk.

Taeng ingat dokter menyampaikan pada mereka bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh tekanan darahnya yang tinggi. Dan untungnya tidak ada hal serius yang terjadi. Pada saat itu.

“Ayah anda sangat beruntung, Jessica-ssi. Pada keadaan seperti ini, sesungguhnya dia bisa mengalami stroke. Tapi untung saja tidak. Anda sebaiknya memantau kondisi ayah anda dan menjaga agar emosinya tetap stabil.” Itu adalah pesan terakhir dari dokter untuk Sica, ingat Taeng.

“Aku sudah membicaraan hal ini dengan orang tuamu. Mereka sudah setuju. Aku berharap kamupun begitu.” Tn. Jung kembali berbicara.

Taeng dapat memperkirakan apa yang akan dibicarakan oleh pria di hadapannya. Entah mengapa setelah kecelakaan beberapa minggu yang lalu itu dia sudah dapat melihat apa yang akan segera terjadi.

“Kalian akan segera menikah. Dalam 2 bulan.”

Walaupun dia sudah bisa memprediksikan hal ini, namun tetap saja dia membelalakan matanya. Ini semua terlalu cepat. Tidak aneh jika Sica begitu marah saat ini.

“Maafkan saya, Sir. Saya pikir Sica dan saya perlu membicarakannya terlebih dahulu.”

“Bicarakanlah sekarang kalau begitu. Lagipula kalian berdua sudah ada di tempat ini.”

“Tapi Sir, sa—“ kata-kata Taeng dihentikan oleh genggaman Sica pada tangannya. Sica menggelengkan kepalanya.

Taeng mengernyitkan dahi dan membisikkan ‘kenapa?’

Sica tidak menjawab, sebagai gantinya dia menarik lengan Taeng dan meninggalkan ayahnya. Taeng hanya bisa membungkuk meminta maaf sebelum mengikuti wanita yang menariknya.

Taeng mengantarkan Sica pulang setelah itu karena Sica tidak menjelaskan ataupun menjawab apapun yang dia tanyakan. Meskipun begitu, Taeng bisa mengerti. Bagaimanapun juga Sica belum menyukai dirinya. Walaupun Sica sudah bersikap lebih baik padanya, tetapi dia belum pernah menyukainya dalam hal percintaan.

***

Taeng mengetuk pada pintu kayu di hadapannya. Ada sebuah papan logam yang tergantung di pintu tersebut. Tertulis Jessica Jung, Head Designer. Setelah tidak mendapatkan jawaban apapun, dia perlahan memutar kenop pintu dengan jari-jarinya sambil mempersiapkan dirinya untuk kejadian yang tak menentu yang bisa terjadi seketika dia menginjakkan kakinya ke dalam ruangan. Dia berharap tidak akan terjadi hal-hal buruk. Sambil menarik nafas dalam, dia membuka pintu dalam satu kali gerakan. Dia mengintip ke dalam sebelum masuk.

“Sica,” panggilnya.

Pemilik ruangan tersebut menoleh ke belakang. Dia sedang berdiri di sebelah jendela dengan bingkai yang besar yang menampilkan pemandangan pusat kota sambil menyilangkan lengannya.

“Hi, aku membawakanmu minuma.” Taeng tersenyum sambil menunjukkan dua gelas di tangannya.

Sica mengangguk kemudian memutar badannya, menatap keluar jendela kembali.

Taeng berjalan mendekatinya. “Ini,” dia memberikan minumannya. “Hati-hati, masih hangat.”

“Thanks.” Dia mengambil minuman tersebut.

Taeng tersenyum. “Apa yang sedang kamu lihat?” Taeng meminum minumannya perlahan.

“Bukan apa-apa.”

“Jadi kenapa kamu meneleponku?”

“Tidak ada alasan.”

“Aku pikir kau membenciku.”

“Baguslah jika kau mengetahuinya.”

“Yeah, untunglah aku masih memiliki kesadaran.” Taeng tertawa pada dirinya sendiri. Pasti dia terlihat sangat konyol saat itu.

“Tidak, tidak begitu sebenarnya.” Sica berbicara lagi dan menghadap Taeng.

“Tidak begitu?”

Sica mengangguk dan mengalihkan perhatiannya ke pemandangan di luar kantornya kembali. “Aku sadar. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun padaku. Jika ada suatu kesalahan yang kamu lakukan, itu mungkin adalah menyukaiku.”

Taeng tersenyum pahit. “Aku tidak yakin. Apakah itu salah?”

“Bagaimana menurutmu?”

“Aku tidak bisa membayangkan menyukai seseorang adalah kesalahan. Bukankah begitu?”

Sica meminum tegukan terakhir dari minumannya, dan membuangnya ke dalam tempat sampai baru kemudian menuju sofa untuk duduk. Dia menghembuskan nafas panjang, membiarkan bahunya terkulai lemas bersamaan dengan hatinya yang penuh beban.

“Aku akan menceritakanmu suatu cerita.”

Sambil melihat dirinya, Taeng menyandarkan tubuhnya ke jendela.

“Dahulu kala, ada seorang gadis. Dia seorang gadis yang ceria, dicintai oleh semua orang di sekitarnya. Atau dia kira seperti itu. Karena ternyata tidak. Setiap laki-laki yang tertarik padanya hanya mencoba untuk memanipulasi dirinya, terutama kekayaannya. Dia menutup hatinya setelah mendapatkan pelajarannya. Dia tidak peduli lagi mengenai cinta.” Sica berhenti dan menutup matanya.

“Apa yang terjadi selanjutnya?”

“Suatu hari, dia bertemu seseorang. Laki-laki itu begitu berbeda. Dia adalah orang yang sederhana, tidak kaya, tetapi selalu membawa kebahagian di sekelilingnya walaupun di tengah-tengah kesulitan hidupnya. Gadis itu terpikat padanya. Laki-laki itu mencoba untuk mengetuk hatinya terus menerus, tidak pernah menyerah. Akhirnya, dia membuka hatinya seutuhnya. Untuk laki-laki itu. Gadis itu bahagia. Bahagia karena akhirnya mampu untuk merasakan cinta itu sendiri. Betapa banyak kegembiraan dalam hidupnya.” Sica mencoba untuk melawan air mata yang pelan-pelan mulai membasahi matanya yang tertutup. Kenangan-kenangan mulai mengalir dalam pikirannya. Setiap momen-momen bahagia yang dia lewati bersamanya.

“Jadi bagaimana menurutmu? Apakah benar atau salah untuk menyukai gadis seperti itu?”

Taeng tidak bisa menjawab. Pikirannya sedang mencerna cerita yang baru saja disampaikan padanya. Seorang gadis. Tidak peduli dengan cinta. Bertemu seseorang. Membuka hatinya. Bahagia. Merasakan cinta. Kegembiraan. Kata-kata tersebut terus menerus berputar dalam kepalanya. Seperti sinyal elektrik yang menjalar di sarafnya namun tetap tidak tersambung. Setelah beberapa detik, puzzle itu akhirnya sempurna.

“You have a boyfriend, don’t you?”

Sica menggelengkan kepalanya.

“Huh?” Dia tidak mungkin salah.

“I had, Taeng. Hingga siang hari ini.”

Semuanya terlihat masuk akal saat ini.

“Kamu putus dengannya?” Taeng bertanya dengan tidak percaya. Memang sakit baginya mengetahui bahwa wanita yang dicintainya memiliki perasaan untuk pria lain, namun jika benar begitu, dia tidak boleh melepaskan pria itu. Dia tidak bisa membiarkan cintanya pergi dengan mudah begitu sajar, pikir Taeng. “Kenapa?”

“Kita akan segera menikah, Kim Taeng. Aku tidak bisa menyakitinya lebih lama,” jelas Sica dengan nada pahit.

“Jika kamu mencintainya, kamu tidak boleh melepaskannya.”

“Tidak ada gunanya, Taeng. Aku harus. Untuk kebaikannya.” Air yang berkilauan terjatuh dari matanya menuju pipinya. Dia tidak bisa lagi menahan air matanya.

“Sica…” Taeng dapat melihat tangisannya. Dia segera menghampiri Sica dan menenangkannya dengan hati-hati, memastikan bahwa dia tidak menolak perhatiannya. “Hey, jangan menangis, Sica. Aku minta maaf.” Taeng mencoba untuk menghapus air mata Sica.

“Ini bukan salahmu, Taeng. Akulah yang begitu lemah dan menyedihkan.” Dia menyeka air matanya sendiri namun tetap saja tangisannya tidak mampu berhenti.

“Tidak, kamu tidak seperti itu, Sica,” Taeng berkata dan memeluk Sica sambil mengelus punggungnya lembut, mencoba untuk menenangkannya. Melihat Sica menangis dan terluka juga menyakitkan baginya. Apalah cinta jika itu hanya membawa kepedihan pada orang yang dicintai?

“It’s okay, Sica. It’s okay. Kamu tidak harus melakukan ini.”

Sica mencoba untuk berbicara di sela-sela tangisannya tapi itu hanya membuatnya menangis semakin keras. Oleh karenanya Taeng membiarkan Sica menangis sepuasnya di bahunya hingga pakaiannya pun basah oleh air matanya. Sica merasa begitu tidak berdaya, semua pertahanannya terhadap pria yang sedang mendekapnya saat ini sudah runtuh. Dia tidak lagi peduli siapakah pria itu. Yang dia butuhkan hanyalah meluapkan segala kesedihan dan rasa sakit di dalam hatinya yang terluka. Dia menangis sekeras-kerasnya dan menuangkan semua yang dia rasakan saat itu, di dalam pelukan Taeng.

Setelah hampir sepuluh menit, Sica akhirnya melepaskan pelukan Taeng dan menyeka pipinya.

Taeng menatap Sica dan kemudian mencari sesuatu dari sakunya. “Pakai ini,” Taeng memberikan sapu tangannya.

“Terima kasih,” suara serak Sica berterima kasih padanya sambil dia mengambil kain tersebut dari tangannya.

Taeng tersenyum sebagai balasannya. “Tunggu sebentar,” Taeng meninggalkan Sica sendiri selama beberapa waktu untuk mengambilkan air untuknya.

“Maafkan aku. Aku membasahi pakaianmu,” kata Sica setelah meminum air yang diberikan Taeng.

“Tidak apa-apa, Sica.” Taeng tersenyum dan duduk kembali di sampingnya, tubuh menghadap Sica. “Sica,” panggilnya halus.

“Hmm?”

“Dengarkan aku. Kamu tidak perlu melakukan ini. Aku bisa mengerti. Kamu harus memperjuangkan cintamu,” dia serius.

Sica menghadap padanya dan melihat ke dalam matanya. Dia dalapat melihat ketulusan hainya. Sica tersenyum untuk pertama kalinya hari itu. “Mengapa kamu tidak memperjuangkan cintamu sendiri?” Sica bertanya balik.

Taeng terkejut oleh kata-katanya. “Itu..”

“Tidak, Taeng. Aku tidak bsisa melakukannya,” dia menggelengkan kepalanya. “Setidaknya, sekarang aku tahu bahwa aku bisa mempercayaimu,” dia tersenyum lagi dan menepuk pundak Taeng.

“Tapi..” Taeng mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Kamu tidak seharusnya melakukan sesuatu yang tidak ingin kamu lakukan.”

Sica menggelengkan kepalanya lagi. “Ini adalah pilihanku, Taeng. Aku akan melakukannya. Tidak peduli apapun.”

“Sica…” Taeng tidak bisa mengerti mengapa Sica berbicara seperti itu, itu benar-benar tidak masuk akal baginya. Mengapa dia memilih melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perasaannya. Taeng tidak bisa membiarkan Sica menjalani sesuatu yang melawan kehendak hatinya. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Dia tidak mau berhenti. Dia memutar otaknya untuk memikirkan setiap kemungkinan yang bisa dia lakukan. Aah, jika aku tidak ada disini, dia tidak perlu lagi menikahiku kan?

“Apapun yang kamu pikirkan saat ini, tolong jangan lakukan itu, Taeng,” kata Sica lagi.

Taeng menatap balik pada Sica dengan pandangan terkejut.

“Aku tahu kamu adalah orang bai, Taeng. Aku mengerti kalau dirimu tidak ingin menyakitiku. Dan aku berterima kasih akan hal itu. Tapi membatalkan pernikahan ini, pernikahan kita, tidak akan memberikan manfaat apa-apa. Jika bukan dirimu, akan selalu ada pria yang lain,” Sica berbicara dengan tatapan sedih di wajahnya. “Jadi aku mohon padamu, Taeng,” dan air mata mulai menggenangi matanya kembali. “Bertahanlah di jalan ini,” air matapun sudah terjatuh dari matanya. “Please.” Itu adalah kata-kata terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum Taeng membawa Sica dalam pelukannya.

“Aku tidak akan pergi kemanapun, Sica,” dia berkata dengan lembut di telinga Sica untuk menenangkannya. “Jadi jangan pikul segalanya seorang diri, kamu bisa membagikan bebanmu itu denganku. Aku akan dengan senang hati memikul beban itu untukmu. Aku berjanji. Aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku akan selalu ada untukmu.”

Mendengar dia berkata seperti itu membuat Sica menangis, menangis, menangis dan menangis lebih keras dalam dekapannya.

To be continued…

Nah hayo… Gimana nih, Yulsic udh putus, sekarang Sica peluk-pelukan sm Taeng? #panas2inreader hahaha menurut kalian apa yang bakal terjadi?? akankah sica membuka hatinya untuk taeng? akankah yul memperjuangkan cintanya pada sica? atau akankah taeng merelakan sica untuk yul?? hmmmm… ayoo dikomen ya~ prediksi kalian mungkin saja bisa menjadi kenyataan hahaha okelah segitu aja dulu, see you again next week ^^

PS: jangan lupa vote snsd di MAMA ^^ http://mama.interest.me/2014mama/vote

Author: 4riesone

SONE. Follow me on Twitter @4riesone for updates and questions

64 thoughts on “Love between Dreams (Chapter 12)

  1. No comment lah wkwkww
    Yaudh taeng relain sica aja jdi sad ending …
    Eh jgn deh *labil wkwkw
    Serah author dah

  2. klo ga gini aj thor…bikin sica secara ga sadar suka ma taeng trs c taeng krn terlalu baik dy ngerelain sica buat yul..pokok na bikin taeng baik bgt dah…trz lama2 trnyata sica sadar klo dy amat sangat mencintai taeng dan mengakui cintana k taeng lgsg haha
    ttp ending na taengsic…haha drama d mulai…
    gmn thor ok ga??

  3. Ciee yulsic putus cieee~, itu siapa deh yg ngasih sarung tangan ke yul? Sica kesian ye, yul juga sih.
    taeng kebangetan baik, nyuruh sica perjuangin cintanya, lha dia sendiri?? tapi sica keukeh ga mau balik lagi ke yul dan milih taeng, yakin berapa lama tuh? kkk~~

    • ups sori typo, harusnya sapu tangan haha sapa ya? hayo sapa hayo? wkwk
      jgn salahin taeng dong, kasihan dy #taengbiased wkwk

  4. Kyaa gue mewek )’
    Aiisshh jinja author’a manas”in nih .hahaha
    Gue tetep dukung taengsic ,ahh taeng terlalu berharga untuk dtinggalin 😀
    Tunggu next’a jgn kelamaan ah ..

  5. Yah, putus baru juga dpt kabar baik.
    Yul perjuangin cintanya.
    Ending taengsic kah? Bkn yulsic?

  6. salam kenal tor..
    izin baca ya aku baru nemu ini ff..
    sedih lihat yul oppa tersakiti kayak gitu.. 😦
    yul oppa yang sabar ya..
    sica terlalu cepat nyerahnya…
    chingu keluarin tiffany, buat dia selalu ada untuk yul, terus buat yul dekat sama tiffany, buat sica sakit hati lihat yul oppa biar dia ngerasain sakitnya…

  7. nyebelin authornya bikin mewek TT
    peluk abang Yul ({})
    ga tau lah ga mau nebak2, udah terlanjur sakit jadi akhirnya sm siapapun yg penting mereka bahagia.
    tapi mau Yulsic!!! #labil haha

  8. ending nya yulsic lah tor. masa dunia nyata krisis yulsic moment dunia ff ikutan. ayolah yulsic pleasee

  9. yh lbh baek lah dr pd hrus mnyakiti yul lbh lm lg,,,pgn tw dh klnjutan stlh yulsic putus.kira2 sp y cewe yg ksh sapu tangan itu

  10. Annyeong……
    ksian bngt yul mndpt kn bhgia dan drta dlm satu wktu scra brsamaan,,,,,,siapa kr2 yg ksh yul spu tngan????? Sica jga skit t mlps cinta nya krna sikon yg ngak brphak dngn dia,,,,,
    Taeng jga baek bngt,,,,mnyruh sica mmprthnkn cnta nya,,,dia sndri gmna?????
    Haha smga ad fany,,,jd bkln pas bngt yulsic dan taeny
    Hahaha next dech chingu smngatt,,,,
    Gomawo,,,

  11. cieee cieee yulsic putus nih yeeee
    cieee cieee taesic dh mulai nih yee
    drama yg sesungguh.y siap di mulai ye thor… asekk gw demen bngt ini.. hahahahq

    tesik tesik tesik!!! endong.y boleh tesik dong thor… pls… kan bang taeng terlalu baik buat disakitin…. ehh ehh tp abang yul jg terlalu berharga buat ditinggalin. gimana dong.
    yaudah.. abang yul buat gw aja deh ya thor.. pls~~~~ taesic!

  12. duuuh galau nih thor
    yulsic or taengsic

    terserah author ja lah..
    eeh taengsic taengsic

  13. Annyeong ……….

    Yahh.,pagi” dah galo bgini … aduh ..
    Gak ada yng bsa f koment lah ,you know gw bner” ksian sama Yul dsni ,,ya resiko jga….
    Sooo,, ak btuh emberrrrrr ….
    Gimna” pun pkoknya mesti happy ending for yul sic …. asal yul bahagia,and sica bahagia ….
    Ak sanggup koment lagi … wkwk
    Dtunggu next chap nyah …
    SEMANGAAAAAAAAT !

  14. Gw demen sma ni ff krn ada yulsic,
    jdi thor dgn sangat endingx harus yulsic yah! 😀

  15. huwaaaa T.T yulpaaaa 😦 kasian banget harus putus sama sica. huft… tapi tapi gue senang banget liat momentnya taeng ama sica. sweet banget gitu taeng meluk sica, berbagi beban kesedihan. #ciee coba di kehidupan nyata juga gtu ya TS. #upss huwaaaa sedih lagi keinget kenyataan pahit.

    gue berharapnya taengsiccccc!!!!! yeay yeay.. entar sica membuka hatinya buat taeng. Yul move on dan membuka hatinya buat org lain. So, YulSic happy ending dengan pasangan masing2. seru kan kalo kayak gitu. hahahahah #ngarep

  16. Adeehh yul oppa jgn nangis,thor kno dirimu tega sama yul oppa uda d kehidupan nyatanditinggal masa d ff dicerai juga,kamu tega.jgn pisahin yulsic ya ya ya

  17. Yahh yulsic beneran putus tuh, itu asli bukan mimpi??mimpi aja deh mending-_-
    yang ngasih yul sapu tangan siapa??
    Serius nih bakalan taengsic, yulsic ajalah thor #belomrela Biarkan taeng menemukan jodohnya sendiri /senggol fany/

  18. Akhirnya sica dagh ngambil keputusan buat ngelepasin yul tapi bukankah hal ini malah bikin taeng sakit hati soalnya sica pasti terus mikirin yul

  19. Sakitnya tuh disini knpa harus putus knapa sica memilih taeng siapa ya yg memberi sapu tangan pada yul th0r ending harus yulsic happy ending

  20. Ahhh author bqn yulsic bersatu donk >.<

  21. ahaha ternyata taeng sik ya… jujur gue belom baca part part sebelomnya loh… gue nunggu endingnya apa dulu deh baru baca.. kalo yulsic gue baca kalo taeng sik emmmm ya baibai *sorrryyyyyy*

  22. Yulsic yulsic yulsic..

  23. Thor,semoga endingnya yulsic,moment yulsic saat ini di dunia nyata kering kerontang ,kapal royal shipper tenggelam bagai titanic #lebay jd hanya di dunia ff para yulsic lovers bisa melihat yulsic bisa selalu ada

  24. berharap sica gagal move on dr yul.. udah itu aja.. *hopeless*

  25. thor tega misahin yulsic.please endingnya yulsic bersatu

  26. Hmmmm taeng emg baik bangeettt,,,,jgn lepasin sica taeng,,,
    Yul sabarrrr yaa

  27. Yah q ikut sedih,trbaik ja deh tuk mrk

  28. Sabar yulsic .sica terpaksa berbohong karna ayahnya kejam sekali untung ada taeng tetap aja kasian taeng pasti hatinya sakit kenapa tiffany tidak muncul aja

  29. Makin gemes aja… huhuhu jadi gak semangat lagi bacanya klok jadinya taengsic..

  30. OMG,pengorbananmu sica utk ayahmu sngguh bsr,and taeng dampingi trus sica.tmbh menarik nih,filny dpt bgt.

  31. yulsic putus. rasanya gua juga ikut ngerasain apa yang dirasain yul. sica kasian banget. tapi taeng juga kasian, cintanya bertepuk sebelah tangan. ahh.. complicated banget deh, aku berharap taengsic disini, tapi kalo ingat yul, gau jadi makin kasian sama dia kalo ga sama sica.

  32. yulsic putus dan skrang taengsic mau nikah…
    😥

  33. udah ada kemajuan nich, taengsic.
    ga apa2 sahabatan aja dulu ntar lama2 bisa jadi Cinta karna kebaikan dan perhatian taengie.
    sedih sich liat yulsic pisah, tapi mau gimana lagi aku lebih suka taengsic.

Leave a reply to coel Cancel reply